Budaya, Etika, Norma, Karakter Jepang

20.20 / Diposting oleh nivra /

Tradisi Jepang sudah jauh ada sejauh yang dibayangkan seperti jaraknya yang memisahkan kita dengan negara Matahari Terbit itu. Yang membedakan hanyalah berikut ini bahwa gambaran kita tentang Jepang tidak dapat diukur dengan jarak tapi dari tingkat dan nuansa sensibilitas. Sesuai dengan letak geografis Jepang yang terisolasi, ekspresi dari kebudayaan Jepang dirasakan disini secara rangkaian dan bukan sebagai suatu kesatuan yang tersusun. Struktur dari kesatuan ini menyimpulkan kebalikan dari kesatuan yang biasa, umumnya disebut perbedaan. Budaya, Etika, Norma, Karakter Jepang Tradisi Jepang sudah jauh ada sejauh yang dibayangkan seperti jaraknya yang memisahkan kita dengan negara Matahari Terbit itu. Yang membedakan hanyalah berikut ini bahwa gambaran kita tentang Jepang tidak dapat diukur dengan jarak tapi dari tingkat dan nuansa sensibilitas. Sesuai dengan letak geografis Jepang yang terisolasi, ekspresi dari kebudayaan Jepang dirasakan disini secara rangkaian dan bukan sebagai suatu kesatuan yang tersusun. Struktur dari kesatuan ini menyimpulkan kebalikan dari kesatuan yang biasa, umumnya disebut perbedaan. Hingga abad ke 11, ketika negara – negara di Eropa baru mulai berkembang, menemukan Jepang dengan literatur klasik yang terpusat dalam sebuah daerah. Kelembutan dan sensitivitas diekspresikan dengan baik ke dalam literature dalam sebuah perbedaan yang mendalam dengan kekerasan kelas Samurai. Kasta Pejuang Jepang dari Samurai dimulai perkembangannya pada waktu itu dan akan memimpin takdir Jepang selama delapan abad. Di sebuah negara yangmana penyiksaan dianggap sebagai sebuah seni, hanami, pemandangan kumpulan bunga ceri, adalah sebuah pesta bukan hanya bagi pandangan saja namun juga untuk jiwa. Pada sebuah tingkat keagamaan di abad ke-6 masehi, agama Budha menyebar di Jepang. Kesenian, menulis, organisasi sosial dan struktur negara sangat dipengaruhi oleh ajaran Budha. Namun, Jepang tidak meninggalkan ajaran leluhur mereka Shinto (Jalan Menuju Tuhan), sampai saat ini Budha dan Shinto menjadi ajaran serta hidup berdampingan dalam sebuah keharmonisan khas Jepang. Setelah periode Kamakura dan Muromachi, Jepang mencapai tepi kehancurannya karena perang saudara yang berkepanjangan. Namun, pada tahun 1600 setelah perang Sekighara, Shogun Tokugawa mempersatukan Jepang dan menegakkan sistim fodal yang damai, namun akhirnya hanya mampu bertahan selama 3 abad (1603 – 1868 ). Berhubungan dengan periode Tokugawa (Edo) dan pasti akan mengukir kebudayaan dan tradisi di Jepang. Pada awal periode ini tepatnya tahun 1639, Shogun Tokugawa lemitsu memaksakan pengasingan di Jepang, dengan memotong jalur hubungan dengan negara asing. Jepang menarik diri hingga hubungan dengan dunia luar dan mengunci pintunya bagi orang - orang asing. Situasi ini juga membawa pada sebuah upaya dari pengunduran diri yang bertahan sebagai permulaan dari suatu karakteristik kebudayaan yang unik dengan melakukan instropeksi, analisa dan rasa keduniawian yang cermat. Konsep dari “Void” yang terkait dengan Zen Budhisme memasuki hampir di semua lini kehidupan di Jepang, yang maknanya sangat dalam bagi kebudayaan Jepang. Arsitektur, aturan sopan santun, berkebun, upacara teh, puisi, teater semua mengikut dengan apa yang disebut “Do” dan mengangkat ke suatu tingkat seni dalam formalisasi yang ekstrem. Festival – festival, upacara – upacara, pakaian, tata karma dan mengubah urutan adat istiadat dan mengubah bentuk kehidupan sehari – hari kedalam suatu symbol – symbol dunia yang hanya dimengerti dan dijalani oleh orang Jepang. Periode Edo adalah masa pemerintahan Samurai. Dari sudut pandang kebudayaan pada waktu itu disebut budaya “orang kota”. Para pedagang dan pengrajin juga termasuk diantara orang kota. Drama dan literature dikembangkan dan lukisan bergaya Ukiyoe mulai muncul. Ukiyoe sangat berpengaruh besar terhadap lahirnya gaya impresionisme Eropa. Saat itu pada masyarakat yang tertutup, perkembangan kebudayaan Jepang mencapai tingkatan tertingginya. Dengan berakhirnya periode Edo, modernisasi Jepang dimulai. Periode Meiji (1868 – 1912) membawa banyak perubahan. Jepang menghentikan kebijakan isolasi nasionalnya (sakoku) yang bertahan selama hampir 300 tahun dan mengijinkan orang asing untuk masuk ke Jepang atas dorongan kuat dari Amerika Serikat. Pada masa kini Jepang telah berubah menjadi modern, karena adanya tranformasi – tranformasi yang tak dapat dihindari. Tetapi kebudayaan dan tradisi Jepang masih hidup dan menjadikan semangat dan kreativitas bagi orang Jepang. Selama keberadaan Jepang, wilayah ini kerap diguncang oleh gempa bumi, topan dan tsunami. Perang Dunia Kedua berakhir bagi Jepang dengan dijatuhkannya dua bom atom diatas kota Hiroshima dan Nagasaki. Insiden bom atom ini mengakibatkan banyak korban jiwa yang menjadi akhir catatan perang. Namun, tak ada kemalangan yang dapat menghancurkan semangat Yamato didalam hati orang Jepang. Negara ini bangkit dari abu bom atom menjadi menjadi negara besar seperti Phoenix yang modern, tapi budayanya tetap seperti biasa jauh terjaga, diketahui dan misterius. Seorang Profesor filosofi Tetsure Watsugi menjelaskan hingga “status quo” dari kebudayaan Jepang, “Mendekati budaya lain sama halnya dengan menonton sebuah drama Kabuki dimana ego dari setiap karakter tersembunyi dibalik topeng. Budaya lainnya adalah topeng itu sendiri, tapi fakta dibalik topeng itu adalah sesuatu yang lain dari asal muasal Jepang”. Kenyataan dibalik topeng ini adalah tujuan dari tempat kedudukan, yang berhak dan tidak secara kebetulan.

Label: , , , ,

0 komentar:

Posting Komentar