Dua Roket Hantam Kedubes Rusia, AS Terjunkan 50 Ton Amunisi

19.54 / Diposting oleh nivra /

MOSKOW – Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan pemerintah Moskow menganggap penembakan terhadap kantor kedubes Rusia di Damaskus merupakan aksi terorisme. ... “Ini jelas merupakan sebuah aksi terorisme, kemungkinan bertujuan untuk melakukan intimidasi atas dukungan Rusia melawan terorisme,” ucap Lavrov dilansir Reuters. Pada Selasa (13/10) terjadi dua kali penembakan terhadap kantor kedubes Rusia di Damaskus, saat itu sedang berlangsung aksi demonstrasi yang menyatakan dukungan mereka terhadap serangan udara Moskow yang membantu pemerintahan Suriah. Sekitar 300 orang berkumpul saat aksi demo itu. Para demonstran mengibarkan bendera Rusia dan beberapa dari mereka membawa poster besar dari Presiden Rusia Vladimir Putin. Terjadi kepanikan saat terjadi ledakan dari hantaman dua roket itu. Sejauh ini dilaporkan tidak ada korban atau kerusakan terhadap gedung kedubes. “Dua roket menghantam wilayah teritori kedubes Rusia pada pukul 10:15 waktu setempat. Tidak ada korban tewas maupun luka,” ucap pejabat senior kedubes Rusia Eldar Kurbanov dilansir AFP. Lavrov juga mengatakan Rusia juga mendukung upaya De Mistura untuk memastikan terjadinya penyelesaian politik untuk krisis Suriah. Pemerintah Rusia juga menyatakan kekecewaannya terhadap Amerika Serikat (AS) karena enggan untuk melakukan kordinasi dari segala arah untuk memberantas terorisme di Suriah. Kelompok pemantau hak asasi manusia Suriah mengatakan, asal dua roket itu dari daerah timur kota Damaskus, yang menjadi tempat bermukim kelompok pemberontak. Dilansir Al-Arabiya, tak hanya ini saja kedubes Rusia di Damaskus telah beberpa kali menjadi target teror. Sembilan hari sebelum Rusia mulai melakukan serangan udara di Suriah tepatnya pada 21 September lalu, sebuah granat tangan mendarat di wilayah kedubes Damaskus. Sementara pada Senin (12/10) pasukan koalisi pimpinan AS menerjunkan bantuan amunisi kepada pasukan pemeberontak Suriah. Hal ini untuk meningkatkan bentuk dukungan mereka terhadap penumpasan pemberontak. Pasukan pemerintah Suriah berjuang keras dalam bentrokan sengit mereka beberapa pekan terakhir melawan pemberontak yang mendapat bantuan serangan udara dari Rusia. Pada bulan lalu Moskow turut serta dalam perang sipil di Suriah. Serangan udara Rusia menumpas kelompok ISIS dan kelompok teror lainnya melawan pasukan rezim Presiden Bashar al-Assad. Namun pihak Washington dan Uni Eropa menuduh Moskow menarget kelompok moderat yang menentang pemimpin Suriah bukan kelompok ISIS. Menghentikan Presiden Assad merupakan satu – satunya cara untuk mengakhiri konflik perang saudara ini yang berlangsung selama empat tahun. Pada Senin (12/10) Kementrian Luar Negeri Uni Eropa mendesak Rusia untuk segera mengakhiri perlawanan terhadap pemberontak non ISIS. Sementara utusan perdamaian dari PBB untuk Suriah mengatakan dia sedang dalam perjalanan menuju Moskow untuk mengajukan penyelesaian politik untuk mengakhiri konflik. Bantuan amunisi yang diterjunkan ditujukan kepada Syrian Arab Coalition (SAC) yang telah melawan kelompok ISIS selama berbulan – bulan dekat benteng pertahanan mereka di Raqqa. “Pasukan koalisi melakukan bantuan udara pada Minggu (11/10) di wilayah utara Suriah untuk mempersenjatai kelompok pemberontak,” ucap jurubicara Komando Pusat AS Kolonel Patrick Ryder dilansir AFP. Sumber anonym dari angkatan bersenjata AS mengatakan bantuan udara yang diterjunkan seluruhnya berbobot 50 ton. Dia mengatakan pemerintah AS juga melatih pasukan pemberontak sebanyak 5.000 orang, sebelumnya juga terdapat kritikan terhadap program pemerintah AS yang melatih pemberontak. Pentagon harus menggelontorkan dana sebesar USD 500 juta (Rp 6,7 triliun ) untuk mempersenjatai ribuan pemberontak Suriah di Turki dan Jordania, namun banyak dari mereka yang tak lolos dalam seleksi menjadi pasukan. Salah satu grup bentukan AS ini juga menyerahkan persenjataan kepada kelompok afiliasi Al-Qaeda.

Label: , , , , , , , ,

0 komentar:

Posting Komentar