BAGAIMANA PEMIMPIN KOMUNIKASIKAN PENUGASAN

11.04 / Diposting oleh nivra /

BAGAIMANA PEMIMPIN KOMUNIKASIKAN PENUGASAN

Memotivasi anak buah dan melakukan komunikasi penugasan merupakan esensi dari tugas pemimpin untuk “menggerakkan” mereka menuju tujuan organisasi, dan dalam jangka yang lebih panjang untuk mencapai visi.

Agar pemimpin dapat memotivasi anak buah dengan lebih mudah, diperlukan kemampuan menunjukkan "makna" pekerjaan yang akan dilakukan dan menunjukkan "keuntungan" yang akan diraih. Akan tetapi, tidak semua keuntungan “masa depan” dapat dinyatakan dengan mudah. Perlu kepandaian berkomunikasi untuk menggambarkan peluang pencapaian di masa depan secara meyakinkan. Tantangan seperti inilah yang dihadapi pemimpin masa kini: bagaimana mengubah pola pikir jangka pendek menjadi jangka panjang, yang berarti dituntut kemampuan untuk menggambarkan “skenario keberhasilan masa depan”.

Kadangkala anak buah kehilangan motivasi karena tidak dapat melihat “makna” dan “keuntungan” dari apa yang sedang dilakukan. Dalam kondisi seperti ini, pemimpin perlu memberikan "tanda-tanda" kemajuan dan keberhasilan yang telah dicapai, untuk mengembalikan kepercayaan diri mereka.

Dalam kondisi stagnan dan timbul banyak masalah, peran pemimpin beralih untuk memberikan dukungan nyata terhadap proses penyelesaian masalah. Maksudnya agar anak buah tetap dapat mempertahankan semangat kerja dan dapat melihat peluang perbaikan, yang bermuara kepada kembalinya kepercayaan dan motivasi diri.

Salah satu upaya memotivasi adalah pengembangan diri anak buah agar mampu memimpin diri sendiri. Proses pembentukan "kepemimpinan diri sendiri" setiap anak buah tidak mudah, dan akan lebih cepat terbentuk jika terdapat keteladanan, menyediakan sarana introspeksi diri yang komprehensif dan menciptakan iklim kerja yang kompetitif.

Penerapan pola kepemimpinan berdasarkan motivasi ini mengharuskan kerendahan hati pemimpin untuk menerima kenyataan bahwa kontribusi setiap orang dinilai tidak hanya dari "posisi" dalam hirarki organisasi saja, tetapi justru dari "peran" yang dimainkan.

Pemimpin juga memiliki tanggung jawab untuk menjadi "direction setter" dan menjadi "energizer" melalui kemampuan untuk menjaga kehadiran antusiasme secara berkesinambungan. Pemimpin tidak berhenti pada upaya “menjaga arah” saja, tetapi juga mempertahankan dan bahkan meningkatkan semangat dalam menjalani arah yang telah digariskan, dengan menunjukkan rasa antusias secara berkesinambungan. Jika semangat pemimpin mengendor, yang terjadi adalah penurunan motivasi. Apabila tidak segera diselesaikan, hal ini dapat merembet ke jajaran sumber daya manusia lainnya dan yang muncul kemudian adalah degradasi motivasi di level organisasi.

Dalam kehidupan berorganisasi, motivasi juga dapat ditingkatkan jika pemimpin menunjukkan kepercayaan kepada kapabilitas dan kearifan judgment anak buahnya. Pemimpin memberikan kebebasan hingga derajat tertentu kepada anak buah untuk membuat keputusan sendiri, karena telah dianggap memiliki kemampuan evaluasi manajerial dan operasional yang memadai. Dengan kemampuan ini mereka dianggap memiliki "kebijaksanaan" dalam menentukan apa yang harus dilakukan atau yang harus dihindari. Namun pemimpin terlebih dahulu harus menganalisa kesiapan dan keluasan wawasan anak buah.

Motivasi untuk berkembang merupakan penggerak yang kuat dalam mengembangkan kemampuan memimpin anak buah. Akan tetapi, jangan sampai setelah memiliki kemampuan ini anak buah menjadi congkak. Jika tidak dipantau dan diarahkan dengan benar, kecongkakan ini akan memutuskan hubungan anak buah dengan realitas kehidupan berorganisasi yang sebenarnya dan mengakhiri rasa hormat kepada pemimpin mereka. Akibatnya, tidak hanya pemimpin yang kehilangan "pengikut", tetapi anak buah juga telah merusak diri karena terjebak dalam istana yang dibentuknya sendiri.

Komunikasi Penugasan

Selain mengemban tanggung jawab pembentukan motivasi anak buah, seorang pemimpin juga memiliki tanggung jawab untuk dapat memberikan perintah penugasan melalui pola komunikasi yang sesuai. Hal ini terutama bertujuan untuk menyingkirkan kesan "menggurui", tetapi tetap dapat mencapai sasaran yang diinginkan. Bagaimanakah sebaiknya cara untuk menimbulkan keyakinan diri? Dan pola semacam apakah yang tepat untuk diterapkan bagi kondisi anak buah yang beragam karakternya?

Komunikasi penugasan dapat secara efektif dilaksanakan jika pemimpim mampu berperan sebagai "pembimbing" dalam artian yang sesungguhnya, yaitu yang mampu menerapkan pendekatan yang tepat untuk mempengaruhi anak buahnya. Pemilihan pendekatan komunikasi penugasan harus pula disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Seorang pemimpin yang bijaksana sebaiknya tidak menentukan "satu" pendekatan untuk semua anak buah, melainkan memiliki fleksibilitas dalam pemanfaatan pendekatan yang satu ke pendekatan yang lainnya, karena perbedaan karakter anak buah serta spesifikasi aspek-aspek organisasi lainnya.

Dalam memberikan komunikasi penugasan, seorang pemimpin dapat menggunakan pendekatan "persuasi" dan lebih mengutamakan "ajakan", bukan perintah. Dengan demikian terdapat unsur pemberian kebebasan untuk mengambil keputusan, yang tentunya diberikan jika anak buah telah memiliki kedewasaan berpikir. Komunikasi yang bersifat ajakan ini dapat juga dimanfaatkan jika ingin memperoleh dukungan secara sukarela. Tentu saja, agar dapat menerapkan pola ajakan dan persuasi seperti ini, harus mempertimbangakan derajat kepentingan dari permasalahan yang menjadi topik pembahasan dan keterbatasan waktu yang dihadapi. Juga harus dilengkapi dengan pemberian dukungan nyata secara berkesinambungan, serta keterbukaan terhadap kemungkinan kendala yang akan dihadapi oleh anak buah.

Sebenarnya, pemimpin tidak selalu harus menggunakan pola persuasi dan ajakan. Ada kalanya seorang pemimpin justru dituntut untuk menggunakan pendekatan instruksi atau pemberian perintah. Keharusan ini terjadi jika tingkat "urgency" sudah semakin tinggi dan diperlukan pelaksanaan tugas secara cepat.

Sebaiknya, jika pemimpin memberikan perintah penugasan kepada anak buah, sebaiknya juga mengikutsertakan alasan betapa pentingnya pelaksanaan tugas tersebut. Tujuannya agar anak buah segera dapat menerima apa yang ditugaskan dengan sepenuh hati.

Kepemimpinan menuntut kemampuan untuk mengevaluasi dan menentukan secara praktis, kapan saatnya menggunakan pendekatan ajakan dan kapan harus memanfaatkan pendekatan pemberian instruksi dan perintah.

Sumber : Jakarta Consulting Group

Label:

0 komentar:

Posting Komentar