Sekitar 35,8 Juta Orang di Dunia Menjadi Korban Perbudakan

19.28 / Diposting oleh nivra /

Pada saat ini di dunia terdapat sekitar 35,8 juta manusia yang menjadi korban perbudakan modern. Aktifitas perbudakan modern ini meliputi, pemaksaan untuk memetik kapas, mengolah lahan ganja, prostitusi. Sekitar 35,8 Juta Orang di Dunia Menjadi Korban Perbudakan Pada saat ini di dunia terdapat sekitar 35,8 juta manusia yang menjadi korban perbudakan modern. Aktifitas perbudakan modern ini meliputi, pemaksaan untuk memetik kapas, mengolah lahan ganja, prostitusi. Perihal ini disampaikan berdasarkan sebuah laporan. Berdasarkan Index Perbudakan Global (GSI) 2014 pada laporan tahunan yang kedua, mengatakan, bahwa metode baru menunjukkan sekitar 20% lebih manusia dijadikan budak di dunia ini, angka ini diluar perkiraan sebelumnya. Negara Mauritania merupakan pelaku terbesar sementara India mempunyai angka tertinggi dari perbudakan modern. “Ada sebuah asumsi yang menganggap bahwa perbudakan adalah sebuah isu dari zaman yang telah hilang. Atau itu (perbudakan) hanya ada pada negara – negara yang dilanda peperangan dan kemiskinan, “ungkap Ketua Yayasan Walk Free di Australia, seperti dilansir Al Jazeera. Yayasan Walk Free yang mengeluarkan laporan tersebut mendefinisikan beberapa kegiatan yang masuk kategori perbudakan modern, diantaranya: kegiatan ijon, kawin paksa, eksploitasi anak, perdagangan manusia dan kerja paksa. Laporan yang dibuat melibatkan kegiatan di 167 negara ini juga mengatakan, perbudakan modern ini berkontribusi terhadap produksi sedikitnya 122 macam barang dari 58 negara. International Labour Organization (ILO) adalah organisasi PBB yang menaungi masalah pekerja, memprediksi keuntungan dari hasil kerja paksa di seluruh dunia ini mencapai US$ 150 miliar (Rp. 1,823,439,861,000,000,-) per tahun. ILO juga memperkirakan hampir 21 juta orang menjadi korban akibat kerja paksa. “Sekarang beberapa manusia terlahir didalam situasi perbudakan secara turun temurun, hal yang mengeutkan tapi merupakan kenyataan pahit, khususnya di wilayah Afrika Barat dan Asia Selatan, “tulis laporan itu. “Korban lainnya ditangkap atau diculik sebelum dijual atau disimpan untuk dieksploitasi, dengan cara kawin paksa, kerja tanpa bayaran pada perahu nelayan atau sebagai pekerja domestic. Yang lainnya ditipu dan terpikat kedalam situasi yang membuat mereka tak dapat melarikan diri, dengan janji palsu akan mendapatkan pekerjaan bagus atau mendapat pendidikan layak. “ Menurut indeks, perbudakan modern dari 10 negara saja jumlahnya sudah mencapai tiga per empat dari jumlah keseluruhan perbudakan di dunia. India menempati peringkat teratas perbudakan dengan 13,9 juta orang, diikuti oleh Cina mencapai 2,9 juta orang, Pakistan (2,1 juta), Nigeria (701.000), Ethiopia (651.000), Rusia (516.000), Thailand (473.000), Kongo (462.000), Myanmar (384.000) dan Bangladesh (343.000). Perbudakan sudah menjadi hal umum di Mauritania, yang artinya status budak diturunkan ke generasi berikutnya. “Majikan” membeli, menjual, menyewa atau memberikan budaknya sebagai hadiah. Situasi perbudakan juga lazim ditemukan di Haiti, mereka menyebut budak anak – anak dengan restavek. Para orang tua yang miskin dianjurkan untuk menyerahkan anak – anak mereka kepada keluarga kaya raya, kebanyakan nasib dari anak – anak ini berakhir dengan eksploitasi dan disalahgunakan. Berikutnya Pakistan, India, Nepal, Moldova, Benin, Ivory Coast, Gambia dan Gabon mempunyai angka kelaziman tinggi. Sementara Iceland mempunyai angka terendah kurang dari 100 orang. “Mereka telah mengalokasikan sumber daya terhadap kejahatan ini, dan menyadarinya untuk menyelesaikan segelintir masalah yang sudah dilaporkan, “ungkap Kepala Peneliti dan seorang profesor Kevin Bales. Dia melakukan studi ini pada Institut Wilberforce yang mempelajari Perbudakan dan Emansipasi di Universitas Hull, Yorkshire, Inggris Menurut perkiraan, jumlah orang yang terjebak situasi perbudakan ini, apakah itu di Inggris atau Finlandia atau dimanapun pada negara – negara kaya jumlahnya cenderung menjadi enam sampai 10 kali lebih tinggi dari yang mereka pikirkan. CEO Walk Free, Nick Grono, mengatakan bahwa indeks tahunan ini dapat menjadi dasar penting bagi pemerintah dan para aktivis untuk memerangi anti perbudakan. “Data semacam ini sebelumnya tidak pernah dibuat. Ini merupakan hasil usaha beberapa tahun dan tahun depan kami sudah mempunyai gambaran baik tentang situasi perbudakan ini dan perubahannya. Jika Anda tidak dapat mengukurnya, Anda tidak dapat merancang kebijakan untuk mengatasinya,“tambah Grono, seperti dilansir Reuters.

Label: , , ,

0 komentar:

Posting Komentar