TOKYO – Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir Jepang mengalami dua kali resesi ekonomi, sejak kepemimpinan Perdana Menteri Shinzo Abe. Pemerintah Jepang dihadapkan pada pukulan telak dalam kebangkitan pertumbuhan yang lambat dan akhir tahun deflasi. Abe mempertaruhkan reputasinya pada kebijakan pembelanjaan fiscal, kelonggaran kebijakan moneter yang agresif dan reformasi structural. ... Hal diterapkan untuk membangkitkan kembali ekonomi yang lesu, semua paket ini sering disebut dengan istilah Abenomics. Kebijakan pemerintah Jepang melalui paket ‘Abenomics’ disikapi secara hati-hati oleh para pengusaha. Investor banyak mengambil langkah wait and see untuk meningkatkan upah buruh dan menambah investasinya. Pemerintah Jepang yakin dengan paket kebijakan ‘Abenomic’ dapat memulihkan situasi ekonomi. “Meski terdapat resiko seperti di luar negeri, kami berharap situasi ekonomi akan membaik. Hal ini karena pengaruh dari diterapkannya paket kebijakan ekonomi yang sedang berjalan,” ucap Akira Amari, Menteri Ekonomi Jepang seperti dilansir AFP. Ekonomi Jepang pernah menjadi yang terbesar di Asia, namun telah disusul oleh China. Mereka juga dihadapkan adanya masalah demografi yaitu menurunnya hingga puluhan juta hingga dekade mendatang. Beberapa perusahaan besar juga mendapat kesempatan untuk meiliki peran kunci dalam penguatan industri global seperti kendaraan bermotor, elektronik dan mesin-mesin canggih. Dilansir AFP, pada Senin (16/11) Kantor Kabinet Jepang mengatakan, produk domestic bruto (GDP) menyusut 0,2% pada periode Juli-September atau dalam hitungan per tahun mencapai 0,8%. Angka ini lebih rendah 0,1% dari perkiraan sebelumnya. Data ini menunjukkan melemahnya situasi ekonomi Jepang selama dua triwulan berturut-turut. Berkurangnya investor yang melakukan investasi bisnis serta penurunan nilai aset menyebabkan terjadinya kontraksi dalam ekonomi Jepang. Hal ini juga diperparah dengan perlambatan ekonomi yang dialami China. Pada kuartal keempat diharapkan situasi ekonomi Jepang bisa segera pulih. Sementara perubahan GDP Jepang tergantung dari pemberian stimulus fiskal dan moneter dari Bank Sentral Jepang yang dipimpin Haruhiko Kuroda. Lemahnya investasi perusahaan menurun ke angka 1,3% dari perkiraan yang hanya sebesar 0,4%. Hal ini berbanding terbalik dengan daya konsumsi yang mencakup 60% kegiatan ekonomi mengalami peningkatan 0,5% dari triwulan sebelumnya. Situasi ekonomi ini menyebabkan ketidakpastian ekonomi global terutama efek pengaruh dari ekonomi China. “Situasi ekonomi pada posisi tidak bergerak, meskipun sisi lain dari kebijakan ‘Abenomics’ mengalami pertumbuhan,” ucap Taro Saito, direktur peneliti ekonomi di Institut Penelitian NLI, seperti dilansir AFP. Pasar saham Jepang melalui indeks saham Nikei 225 menunjukkan angka penurunan 1,1% menjadi 19,372.98 poin.
Label: ekonomi Jepang, investor Jepang waspada, kebijakan ekonomi Abenomics, lesunya ekonomi, paket kebijakan, resesi ekonomi, resesi kedua Jepang dalam tiga tahun, Shinzo Abe
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar