BANGKOK – Pemerintahan junta Thailand meminta delapan kementriannya untuk melakukan pembelian karet dari petani lokal. Hal ini untuk mengurangi subsidi pertanian yang dianggap menjadi beban. ... Para petani karet menyambut gembira keputusan ini yang sebagian besar dari mereka bermukim di wilayah selatan. Tempat ini merupakan pusat kelompok anti pemerintahan yang berakhir dengan kudeta pada 2014 membawa militer berkuasa. Sejak itu, harga karet global terus menurun dan produk hasil karet Thailand mencapai 29 baht (Rp. 11.000,-) per kg. Sejauh ini pemimpin junta Prayut Chan-O-Cha masih menolak permintaan petani untuk menaikkan harga. Petani meminta pemerintah junta untuk membeli hasil panen karet dengan harga 60 baht (Rp. 22.936,-) per kg. “Cara pendekatan yang kami meliputi tindakan dari tingkat hulu, tengah hingga ke hilir. Kami akan membeli karet dengan harga sedikit diatas harga pasar serta memprosesnya. Hasilnya akan digunakan oleh semua kementrian dalam pengembangan masing-masing proyek seperti pembangunan stadion, trotoar dan jalanan. Seperti dijadwalkan, bahwa kabinet telah mensahkan rencana ini,” jelas Chan-O-Cha dilansir Bangkokpost. Dia juga telah menghimbau para petani karet di Thailand untuk bercocok tanam bibit tanaman yang lain dan petani karet tak dapat lagi mengandalkan bantuan subsidi pemerintah jika harga karet global turun drastis. Kendati demikian dengan adanya kecemasan yang meningkat dari para petani karet. Perdana Menteri Chan-O-Cha telah meminta beberapa kementrian terkait untuk mengirimkan rencana mereka hingga batas akhir pada Senin (11/1). “Kementrian akan mengkaji penggunaan anggaran untuk pembelian karet,” lanjut Perdana Menteri seperti dikutip AFP. Masih belum diketahui dengan jelas seberapa jauh upaya ini akan menopang industri karet. Dalam beberapa minggu terakhir para petani karet mengancam akan melakukan gelombang demonstrasi, namun demonstrasi di hadapan publik merupakan sebuah larangan dalam pemerintahan junta sekarang. Para petani baik akan mendorong terjadinya tindakan keras dari pemerintahan junta melalui kelompok kunci pendukungnya atau meninggalkan pemerintahan junta dengan tuduhan pilih kasih. “Para petani karet sedang berdarah, cara tercepat menolong mereka dengan menghentikan pendarahannya,” jelas Somprat Wutthichan jurubicara kelompok petani karet dari selatan. Setelah mengalami pertumbuhan ekonomi yang mengagumkan selama beberapa tahun, kini kondisi Thailand sangat rapuh, terperosok dalam utang luar negeri yang tinggi, perlambatan ekspor dan rendahnya kepercayaan diri dari daya beli warganya. Sejauh ini pemerintah junta telah berupaya untuk mengatasi lambatnya pertumbuhan ekonomi sesuai dengan janji-janji kampanye. Bank Dunia awal bulan ini memprediksi bahwa pertumbuhan rata-rata GDP Thailand yang mencapai 2,5% pada 2015, kini akan mengalami penurunan 0,5% sehingga hanya mampu memperoleh pencapaian 2% saja pada tahun ini. Pemerintahan junta ini juga telah mengajukan tuntutan kriminal terhadap Yingluck atas strategi harga beras yang dinilai menghamburkan uang negara. Dalam strateginya harga beras hampir mencapai dua kali lipat dari harga pasar. Tuntutan yang diajukan terhdap Yingluck terkait dengan adanya fakta penyimpangan akan dimulai pada Jum’at mendatang dan jika dalam proses persidangan terbukti bersalah maka Yingluck dapat menjalani tahanan selama 10 tahun.
Label: ekonomi Thailand, harga karet turun, petani karet, PM Thailand, Prayuth Chan-O-Cha, protes harga karet
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar