MANILA - Presiden Filipina Benigno Aquino akan meminta dukungan dari para pemimpin negara Asia Tenggara, untuk mengeluarkan pernyataan bersama yang mengecam proses reklamasi China di wilayah perairan sengketa. Hal ini dikemukakan pada Senin, kekhawatiran juga diungkapkan pihak militer dalam rangka lanjutan reklamasi. ... Gambar citra satelit menunjukkan proses pembangunan pulau buatan yang sangat cepat dilengkapi dengan landasan udara sesuai standar kebutuhan militer di pulau Spratly, Laut China Selatan dan juga rencana pembangunan infrastruktur lainnya di pulau ini. Negara – negara anggota G7 dan Asia lainnya menyambut hal ini dengan penuh keprihatinan. “Presiden tentu saja akan mengangkat isu reklamasi ini, “ungkap pejabat Kementerian Luar Negeri Filipina, Luiz Cruz dilansir Reuters. “Kami akan menuju pada pengumpulan pernyataan, kali ini fokusnya pada isu reklamasi yang terjadi di Laut China Selatan, “sambung Cruz. Pemerintah China mengklaim sebagian besar wilayahnya yang kaya sumber energi di Laut China Selatan, serta membantah tuduhan atas aksinya yang dianggap sebagai tindakan provokatif. Wilayah ini menjadi sengketa oleh Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei dan Taiwan. Negara – negara tersebut mengatakan bahwa China secara ilegal melakukan reklamasi menciptakan pulau buatan, hal ini menimbulkan dugaan China akan memperkuat basis militernya di wilayah sengketa Spratly. Panglima militer Filipina, Jenderal Gregorio Catapang menunjukkan kepada para awak media gambar terbaru pengamatan udara pengerjaan reklamasi yang dilakukan China di Fiery Cross Reef pulau Spratly, yangmana wilayah ini juga diklaim oleh Filipina. “Ini mengkhawatirkan, Sekarang menjadi perhatian utama kami. Ini menjadi isu yang coba kami utarakan, “ungkap Catapang. Panglima angkatan bersenjata Filipina telah mengingatkan China untuk menghentikan proses reklamasi yang terletak di wilayah sengketa Laut China Selatan. Jenderal Catapang mengatakan, sikap agresif yang diperlihatkan China menimbulkan ketegangan di wilayah ini. Bahwa bukti terbaru pulau buatan di Spratly menunjukkan alasan kuat untuk menggalang kekuatan memberitahu dunia akan efek samping dari sifat agresif yang dilakukan China. Catapang mengatakan, bahwa pemerintah Filipina yakin reklamasi besar yang dilakukan China akan menimbulkan ketegangan diantara negara – negara yang juga mengklaim wilayah itu, tak hanya akan membelenggu kebebasan untuk mengatur, namun juga kemungkinannya untuk dijadikan sebagai fasilitas militer. Catapang menyampaikan pernyataan tersebut saat dimulainya latihan militer gabungan terbesar antara Filipina dengan Amerika Serikat. Selama 10 hari kedua negara akan melakukan simulasi militer dan melakukan bantuan kemanusiaan di propinsi Zambales dan Subic Bay, yang terletak di Laut China Selatan. Kantor berita DPA melaporkan, dalam latihan gabungan ini, pihak AS mengerahkan sekitar 6.650 tentara, 76 pesawat dan tiga kapal, sementara pihak Filipina menurunkan 5.000 tentara, 13 pesawat serta satu kapal. Latihan gabungan di wilayah Balikatan, Filipina melibatkan 11.000 tentara dari kedua negara dan merupakan yang terbesar selama 15 tahun terakhir. China membantah semua tuduhan bahwa pulau buatan itu hanya untuk pengembangan bisnis di wilayah itu, yang akan menciptakan banyak lapangan pekerjaan untuk masyarakat sekitar, seperti penangkapan ikan. Presiden AS, Barrack Obama juga menyatakan kekhawatirannya terhadap isu ini, bahwa China menggunakan ´besarnya ukuran dan otot´untuk menyingkirkan negara lainnya dalam persengketaan wilayah. Duta Besar AS untuk Filipina, Philip Goldberg saat pidato pembukaan latihan gabungan militer mengatakan, “Kami tidak berpura – pura bahwa kami menolong Filipina untuk melakukan pertahanan dalam negerinya, “ seperti dilansir BBC. Goldberg menambahkan bahwa AS akan membela prinsip – prinsip dasar untuk menentukan kebebasan di darat maupun laut. Sementara terkait hal ini, pada Senin Panglima TNI Jenderal Moeldoko kepada Reuters mengatakan, Asia memerlukan keseimbangan militer baru yang bukan berada dibawah naungan sebuah kekuatan besar. “Terjadi perubahan yang sangat cepat pada wilayah yang dulunya tenang dan stabil beberapa dekade lalu, “ucap Panglima TNI Moeldoko. “Jadi semua negara di sekitar wilayah menganggap bahwa China akan menjadi ancaman. Wilayah ini memerlukan keseimbangan, “sambung Moeldoko. Menanggapi kejadian ini Indonesia akan memperkuat pertahanan militernya di pulau Natuna dan Tanjung Datu yang terletak di Laut China Selatan berdekatan dengan wilayah yang diklaim China. Tahun depan Pemerintah Indonesia akan mengadakan pertemuan puncak pertahanan untuk meredakan ketegangan. Negara Amerika Serikat, Jepang, China dan negara Asia Tenggara akan mengahadiri pertemuan ini.
Label: Amerika Serikat, Filipina, keseimbangan militer, landasan udara Spratly, Latihan militer gabungan, pulau Spratly, sengketa Laut China Selatan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar