CHITRAL – Para warga yang selamat dari gempa bumi di Pakistan dan Afghanistan sudah terlantar tiga hari tanpa tempat penampungan. Kepala desa juga mengingatkan bahwa tidak adanya perlindungan bagi anak-anak dari terpaan cuaca dingin. Para anggota tim penyelamat dikabarkan cukup mendapat kesulitan untuk menjangkau wilayah yang terisolasi. ... Para korban juga meminta selimut, baju hangat dan makanan, setelah gempa Senin (26/10) dengan kekuatan 7,5 skala ritcher yang meluluh lantahkan wilayah itu. Gempa yang menggoyang wilayah Pakistan dan Afghanistan ini menewaskan lebih dari 380 orang, menghancurkan ribuan tempat tinggal sehingga membuat banyak orang harus tinggal tanpa atap lagi. Medan yang cukup berat, jalur komunikasi terputus dan situasi keamanan yang tak stabil. Beberapa hal ini telah menjadi penghambat upaya penyebaran bantuan sejak munculnya bencana ini. Otoritas setempat mengatakan saat terjadi bencana banjir tiga bulan lalu masih tersisa beberapa kebutuhan darurat yang bermanfaat bagi para korban. “Biasanya kami memiliki kebutuhan cadangan sendiri, namun kami sudah memakainya saat terjadi banjir, jadi sekarang kami tak memiliki perlengkapan darurat saat gempa bumi ini,” ujar Muhammad Bahadur seorang penduduk desa Darosh dilansir AFP. Desa ini terletak di distrik Chitral yang masuk kedalam wilayah propinsi Khyber Pakhtunkhwa, Pakistan. Pada gempa Senin lalu daerah barat laut Pakistan mengalami kerusakan parah. Ribuan warga dari daerah ini masih tinggal di tenda penampungan akibat musibah banjir Juli yang menyapu jalanan dan jembatan. “Saat gempa mengguncang Chitral, desa tempat tinggalnya hanya memiliki 70 tenda,” ucap Bahadur dilansir AFP. “Sekitar 2.500 rumah hancur, bayangkan bagaimana kami dapat tinggal di tempat yang hanya memiliki 70 tenda ?” sambung Bahadur. Dia menambahkan, ditengah kehancuran paska gempa, banyak anak-anak yang tidur tanpa atap ditemani terpaan angin malam dengan suhu mencapai dibawah titik beku. “Kami berusaha untuk menyalurkankan bantuan dari NGO kepada korban. Musim dingin telah tiba dan rasa dingin menjadi tak tertahankan,” lanjut Bahadur. Sejauh ini otoritas Pakistan melaporkan jumlah korban tewas mencapai 267 orang. Sementara lebih dari 1.800 orang menderita luka. Gempa ini juga menghancurkan 11.000 rumah. Pemerintah juga mengingatkan bahwa jumlah ini dapat meningkat, karena masih terputusnya jalur komunikasi dengan beberapa wilayah yang terisolasi. Tim pemulihan bencana mengingatkan pentingnya tempat penampungan layak dan bersih untuk memenuhi kebutuhan para korban. PBB juga mengingatkan dalam situasi seperti ini anak-anak menjadi prioritas utama karena dihadapkan dengan kondisi yang mengkhawatirkan. Kelompok Bulan Sabit Merah Pakistan pada Rabu (28/10) mengatakan pada beberapa daerah telah turun salju. Situasi ini membuat tim bantuan harus menunggu sampai cuaca cerah, sebelum menjangkau para korban. “Musim dingin telah tiba dan dalam waktu dekat seluruh wilayah akan tertutup salju. Anak-anak tak dapat selamat dengan situasi seperti ini,” ucap Shahroon penduduk desa Usiak, Chitral. Dia mengatakan anaknya yang baru berusia empat tahun dengan terpaksa harus tidur dengan kedinginan di luar. “Jika kami tetap disini anak-anak akan kehilangan nyawa, kami telah kehilangan segalanya. Kami tak dapat menyaksikan jika anak-anak kami tewas di hadapan kami. Mereka adalah harta kami yang paling berharga,” lanjut Shahroon. Badan amal dari negara barat mengatakan, kehadiran Taliban di Afghanistan sangat menghambat upaya dari tim bantuan. Para militan Taliban mengatakan telah mendatangi wilayah terpencil di Darqad wilayah utara propinsi Takhar. Dengan lemahnya tingkat keamanan yang dihadapi para anggota tim bantuan, militan dengan leluasa akan menjadi penghalang. Namun para pejuang Taliban berjanji bahwa mereka akan memberikan bantuan bagi para korban di daerah yang terkena gempa.
Label: anak-anak terlantar kedinginan, bencana Pakistan, gempa 7.5 SR Pakistan, gempa bumi Afghanistan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar