China dengan cepat menyelesaikan pembangunan landasan udara pada pulau buatan di wilayah persengketaan Laut China Selatan, hal ini terlihat jelas dari gambar citra satelit yang dirilis baru – baru ini. Dikhawatirkan kedepannya akan menimbulkan ketegangan diantara negara – negara di Asia Tenggara. ... Wilayah Fiery Cross tak hanya sederar daerah terumbu karang, ketika China mulai melakukan proses reklamasi mengubahnya menjadi pulau buatan pada akhir 2014. Gambar satelit yang diambil minggu lalu oleh DigitalGlobe dan juga dapat dilihat pada situs online CSIS Washington menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga panjang bandara telah selesai, sedikitnya panjang keseluruhan landasan itu mencapai 3110 meter. Dengan landasan seperti itu China dapat menggunakan hampir semua jenis pesawat. “Sebelum pengerjaan konstruksi ini dimulai China kekurangan pengisian bahan bakar serta kemampuan untuk memasoknya untuk mencapai wilayah selatan dari Laut China Selatan, “tulis situs CSIS Washington dilansir AFP. “Sementara itu belum dibangun, wilayah Fiery Cross seharusnya sudah cukup luas untuk difungsikan sebagai garasi untuk pesawat – pesawat milik China. “ CSIS mengatakan, empat minggu sebelum gambar satelit diambil, dua wilayah masing – masing seluas 468 meter persegi dan 200 meter persegi sedang dalam pengerjaan, ini sangat cepat. Pada Rabu, jurnal pertahanan HIS melaporkan bahwa foto satelit yang diambil dari Airbus Defence and Space pada 23 Maret memperlihatkan wilayah dengan panjang lebih dari 500 meter dan lebar 50 meter. Pemerintah China mengakui bahwa hampir semua wilayah Laut China Selatan berdasarkan garis batas yang tertera dalam peta yang dikeluarkan pada 1940 dan menguncinya dalam perselisihan dengan beberapa negara di Asia Tenggara. Diantara yang lainnya, Spratlys juga diakui sebagian atau seluruhnya oleh Filipina dan Vietnam. Sebagai bagian dari percobaan ini untuk menegaskan pengakuan wilayah dengan membangun fakta secara fisik di perairan itu. Pemerintah Beijing menjuluki Fiery Cross dengan nama Yongshu, sementara Manila menamainya Kagitinan dan Da Chu Thap nama yang diberikan oleh Hanoi. Pemerintahan Vietnam, Filipina dan Malaysia masing – masing telah menegaskan kepemilikan mereka terhadap wilayah Spratly dengan menempatkan pasukan militer di wilayah itu dan sejak 1970-an telah memulai pembangunan landasan udara dan seterusnya. Namun Presiden Filipina, Benigno Aquino pada Selasa kepada AFP mengatakan aksi yang dilakukan China di Spratly dapat memicu ketakutan dunia, dengan kemungkinan pecahnya konflik militer. Pemerintah Beijing dengan segera membantah tuduhan itu sebagai tuduhan tidak berdasar. Juru bicara Menteri Luar Negeri China, Hong Lei pada Jum’at (17/4) mengatakan pulau buatan China ini semata – mata hanya untuk mengembangkan wilayah dan terumbu karang disekitarnya serta meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja. Konstruksi semacam ini juga diperuntukkan bagi misi pencarian dan penyelamatan, perlindungan lingkungan, keamanan jalur pengiriman laut dan pengamanan aktifitas kegiatan penangkapan ikan, “ungkap Hong Lei. Presiden AS, Barrack Obama minggu lalu mengingatkan bahwa Beijing tidak seharusnya tidak saling menyikut negara – negara dalam persengketaan Laut China Selatan. Pemerintah AS pada November lalu telah mengingatkan bahwa proyek Fiery Cross sebagai langkah untuk membangun landasan udara. “Kami telah mendesak pemerintah China untuk menghentikan program reklamasinya dan juga terlibat dalam inisiatif politik untuk mendorong semua pihak agar tidak melakukan aktifitas seperti ini, “ungkap juru bicara militer AS, Letnan Kolonel Jeffrey Pool.
Label: landasan udara Spratly, pulau Spratly, sengketa Laut China Selatan, terumbu karang, wilayah Fiery Cross
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar