TUNIS – Otoritas Tunisia telah menahan 12 orang yang dicurigai mempunyai kaitan dengan penembakan turis – turis di hotel tepi pantai Sousse. Otoritas juga mengatakan sedang memburu dua pelaku yang menerima pelatihan di kamp pelatihan Libia. Sebanyak 38 orang turis warga asing yang sebagian besar turis warga Inggris terbunuh pada Jum’at (26/6). ... Seorang pria penembak brutal itu berhasil dilumpuhkan polisi dengan timah panas. “Ini adalah kelompok yang pernah berlatih di Libia dan memiliki tujuan yang sama. Dua orang menyerang di Bardo dan seorang penyerang di Sousse, “ucap Lazhar Akremi, Menteri Hubungan Parlemen saat konferensi pers Rabu (1/7). “Polisi sedang melakukan pencarian terhadap dua orang lagi, “tambah Akremi dilansir Reuters. Dia menambahkan sebanyak 12 orang telah ditahan sejak penyerangan Jum’at lalu. Insiden ini merupakan yang terburuk dalam sejarah modern di negara Afrika Utara. Kelompok ISIS menyatakan bertanggung jawab atas serangan penembakan di Sousse, tapi polisi mengatakan pria penembak itu tidak mempunyai rekam jejak kejahatan atas aksi jihad. Beberapa tahun setelah munculnya Arab Spring melawan Zine El-Abidine Ben Ali, Tunisia menjadi contoh terkait perubahan demokrasi yang berlangsung secara damai. Namun juga dibuat sibuk dengan bangkitnya kelompok Islam ultra konservatif, beberapa diantaranya disertai kekerasan. Lebih dari 3.000 warga Tunisia telah meninggalkan negaranya untuk bergabung dengan kelompok ISIS di Irak, Suriah dan Libia, dimana terjadi konflik antara dua kubu pemerintahan sehingga mengijinkan kelompok militan Islam mencari perlindungan dan membangun kekuatan. Otoritas Tunisia mengatakan para penyerang di pantai Sousse dan musium Bardo semuanya telah mendapatkan pelatihan militer pada akhir tahun lalu. Pelatihan itu dilakukan di markas kelompok jihad di perbatasan tanpa hukum di Libia Selatan. “Seluruh jaringan dibalik operasi ini telah dobongkar, “ucap Kamel Jendoubi, Menteri Urusan Hubungan Pemerintah dengan Warga Sipil. Dia juga tidak merinci apakah akan dilakukan penahanan berikutnya. Jendoubi mengatakan otoritas Inggris memberi bantuan dalam proses investigasi. “Sebagai bagian dari kerjasama keamanan antara Tunisia dan Inggris, sebanyak 10 orang penyelidik Inggris dikerahkan untuk membantu proses penyelidikan, “sambung Jendoubi. Setelah penyerangan, pemerintah Tunisia memperketat keamanan di sekitar hotel, sepanjang pantai dan beberapa tempat atraksi. “Kami mengerahkan 1.377 anggota keamanan bersenjata di hotel dan pantai, “lanjut Jendoubi. Perdana Menteri David Cameron meminta para anggota parlemen untuk mempertimbangkan apakah Inggris harus bergabung dengan pasukan koalisi udara pimpinan Amerika Serikat (AS) melawan kelompok ISIS di Suriah. Namun juru bicaranya mengatakan dia belum memutuskan apakah akan melakukan desakan untuk diadakan pemungutan suara terkait insiden ini. “Apa yang telah berubah adalah terdapat banyak bukti bahwa ISIS membawa ancaman bagi seluruh warga Inggris dan keamanan nasional kita, “ucap juru bicara Cameron pada Kamis (2/7) dilansir Reuters. “Terkait hal itu Perdana Menteri berpikir bahwa anggota parlemen juga harus memikirkan tentang hal ini. Pandangan Cameron adalah bahwa telah ada dan berlangsung kasus – kasus baru di Suriah, “ucap jurubicara Cameron. Cameron sendiri sangat yakin bahwa ada status hukum untuk bertindak seperti itu. Juru bicara Cameron mengatakan, Inggris telah mengerahkan pesawat tanpa awaknya dan pesawat di Suriah untuk mengumpulkan informasi yang dapat digunakan dalam penyerangan di masa depan.
Label: pembantaian Tunisia, penembakan brutal, Sousse, Tunisia, turis Inggris
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar